Tentara Suriah Sedang Sholat |
Skenario AS dan Israel: Perang Suriah, akankah berlanjut….?
Kalau kita mencermati dengan baik peristiwa konflik Suriah, maka kita akan sepakat dengan pandangan Bashar al-Assad Presiden Suriah ketika beliau menyatakan bahwa perang di Suriah bukan perang saudara, tapi perang antara pihak asing melawan Suriah yang ada hubungannya dengan disain regional. Presiden Suriah ingin menjelaskan bahwa perang ini tidak terjadi antara pengikut mazhab (suuni vs syiah), tapi antara Negara-negara pendukung Barat dan Negara yang bersikukuh melawan Barat. Militer pendukung pemerintah Suriah tidak berperang dengan militer bersenjata yang berasal dari oposisi Suriah, tapi sedang menghadapi para teroris internasional.
Pandangan presiden Suriah itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan Aaron Y. Zelim, seorang peneliti di pusat riset London, dimana menurut beliau dalam sebuah laporannya mengumumkan bahwa dalam beberapa bulan selama terjadi konflik di Suriah, lebih dari 600 ratus teroris dari pelbagai Negara Eropa telah berangkat ke Suriah.
Tentunya kita mengetahui bahwa sejumlah teroris yang dikirim ke Suriah ada kaitannya dengan scenario Amerika Serikat dan Zionis Israel untuk menghancurkan Suriah karena tidak mau mengikuti kebijakan mereka.
Suriah adalah Negara penting dan strategis di Timur Tengah, dimana Negara-begara Barat dalam beberapa decade terakhir tidak mampu menggiringnya mengikuti kemauan mereka.
Bagi Barat, Suriah adalah salah satu Negara di Timur Tengah yang merupakan kekuatan Islam yang selama ini tidak mau berkompromi dengan Barat khususnya Amerika dan Zionis Israel. Suriah hanya mengenal bahasa muqawwamah ketika berhadapan dengan rivalnya, Suriah hanya mengenal bahasa muqawwamah yang setara dengan Hizbullah Libanon dan Iran. Oleh sebab itu, segala kebijakan AS dan Israel di Timur Tengah senantiasa dijegal oleh Suriah, Hizbullah Libanon, dan Iran.
Pada dasarnya AS dan Israel menginginkan tidak ada kekuatan lain yang bisa menyaingi kekuatan mereka, baik di kawasan Timur Tengah khusunya maupun global umumnya. Maka setiap kekuatan muqawwamah yang muncul sekitar daerah itu harus dihancurkan oleh mereka.
Ketika terjadi revolusi Mesir, Libya, Yaman, Bahrain dan Negara Islam lainnya di kawasan Afrika Utara dan Timur Tengah, AS dan Israel memanfaatkan kondisi tersebut itu menciptakan instabilitas di Suriah dengan mengirim kelompok yang bersenjata guna membuat kekacauan. Kelompok itu mulai memprovokasi rakyat suriah supaya melengserkan presiden Bashar al-Ashad yang dicintai rakyatnya.
Rencana AS dan Israel yang ingin melumpuhkan Suriah ini didukung oleh sekutunya yaitu Prancis dan Inggris, serta melibatkan sejumlah negara-negara regional kawasan yaitu Arab Saudi, Qatar, Turki.
Dengan menggunakan berbagai macam cara AS dan Zionis Israel berupaya untuk menggantikan rezim pemerintahan Suriah (menurut mereka) yaitu presiden Bashar al-Assad dengan pemimpin yang mau mengikuti kebijakan mereka. Mereka juga menggunakan strategi devide at empire yaitu mengadu domba antar sesame muslim, mereka menciptakan konflik antara mazhab Islam terutama sunni dan syiah. Mereka mencoba menciptakan image ke public bahwa konflik di Suriah adalah konflik sectarian antara sunni dan syiah. Dengan demikian umat Islam akan terprovokasi lalu mengangkat senjata berperang melawan saudaranya sendiri yang muslim, mereka sengaja menyeret umat Islam masuk dalam scenario kotor mereka yang betul-betul ingin menghancurkan Islam
SAA (tentara suriah) - FSA & al-Nusra (teroris) |
Konflik Suriah yang di mulai Maret 2011 dan telah memasuki bulan Juni 2013, telah membuka pandangan berbagai kalangan pengamat untuk melihat dan memberikan pandangan mereka terhadap konflik tersebut tentang scenario di balik konflik itu yang dimainkan oleh Amerika dan Zionis Israel.
Konflik yang telah berlangsung lebih kurang 28 bulan ini telah menelan korban yang cukup banyak di kalangan masyarakat Suriah sendiri serta menghancurkan infrastruktur penting Negara yang indah itu. Dari data korban perang yang tewas di Suriah sebagaimana data yang dilaporkan oleh Komisaris Lembaga Hak Asasi Manusia Badan Perserikatan Bangsa-bangsa, Navy Pillay yang menyatakan bahwa terdapat 92.901 orang terbunuh di Suriah antara Maret 2011 sampai bulan April 2012 dengan rincian; sejak bulan Juli tahun 2012 kurang lebih 5.000 terbunuh setiap bulan. Sebanyak kurang lebih dari 27.000 adalah kasus kematian sejak 1 Desember 2012. Menurut Navy, angka itu merupakan angka minimum. Jumlah korban tewas yang sebenarnya jauh melebihi angka tersebut.
Laporan Lembaga HAM-PBB ini di dapat dari daftar berisi 263.055 laporan kematian yang dilengkapi dengan nama korban, tanggal dan lokasi kematian. Masih ada 37.988 laporan pembunuhan lainnya yang diabaikan. Di samping itu, banyak kasus-kasus pembunuhan lainnya yang tidak dilaporkan oleh berbagai sumber yang diterima PBB. Dan berdasarkan dokumen yang ada, sedikitnya 6.561 korban tewas adalah anak-anak, termasuk di antaranya paling tidak 1.729 anak berusia dibawah 10 tahun.
Dan mungkinkah konflik di Suriah yang telah berlangsung lebih kurang dua tahun ini akan berlanjut?.
Walaupun kemenangan telah diraih oleh pihak militer pemerintah Suriah dalam hal ini presiden Bashar al-Assad yang didukung milisi Hizbullah Libanon, setelah mereka berhasil merebut kota-kota strategis yang tadinya menjadi basis para teroris, seperti wilayah al-Qusayr pada pertempuran terakhir, dan sekitar Damaskus sertawilayah Selatan Suriah. Kemudian mereka terus melakukan pembersihan terhadap lawan oposisi pemerintah di beberapa kota penting seperti Homs dan Aleppo, serta terus mengejar teroris sampai ke Dataran tinggi Golan, yang merupakan wilayah perbatasan antara Suriah dan Israel.
Ternyata kemenangan yang telah diraih oleh militer Suriah dan Hizbullah tidak membuat lawan-lawan politiknya berhenti dan menyerah. Oposisi terus melakukan konsolidasi, menyusun strategi dan kekuatan baru guna melanjutkan projek scenario AS dan Israel.
Inilah beberapa langkah yang tengah mereka lakukan untuk tetap menjalankan scenario besar pesanan AS dan Zionis Israel. Langkah-langkah actual itu adalah sebagai berikut:
Berdasarkan sumber terbaru, United Press International (UPI), sabtu 15/6 melaporkan bahwa para pejabat di gedung putih mengungkapkan bahwa mereka siap untuk mengirim sejumlah artileri baru ke pasukan militant. Dimana transfer senjata akan dilakukan melalui pangkalan militer rahasia di Turki dan Yordania. Bahwa pangkalan itu akan memulai transfer senjata ke Suriah dalam pecan-pekan mendatang. Menurut laporan UPI, penyerahan senjata yang meliputi senapan serbu, pelontar roket dan rudal anti tank akan dilakukan melalui badan inteligen AS yaitu CIA. Menurutnya, ini bukan pertama kalinya AS mengirim arteleri untuk militant melalui Turki dan Yordania. Juga sebelumnya, Jumat 14 Juni 2013 lalu bahwa sumber TV. Al-Alam telah melaporkan, bahwa surat kabar Amerika Serikat Wallstreet Journal dalam tajuknya melaporkan, Panglima Tinggi Komandan Free Syrian Army (FSA) Salim Idris telah meminta bantuan persenjataan dan perlengkapan militer dalam menghadapi militer pemerintahan Suriah di Aleppo. Menurut Wallstreet Journal Salam Idris mengirimkan daftar persenjataan yang dibutuhkan kepada Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris, seperti persenjataan rudal anti tank, perlengkapan pertahanan udara, 200 ribu peluru senjata Kalashnikov, 50 ribu peluru senjata dushka, dan seratus ribu pucuk senjata ringan. Menurut Journal itu, Salim mengajukan 2 opsi, harus sepakat untuk mempersenjatai para pemberontak atau mereka akan kehilangan pangkalannya yang lain. Kelompok FSA adalah kelompok yang menjalin hubungan dengan Amerika dalam menggulingkan pemerintahan Bashar al-Assad. Sebagaimana diketahui bahwa Jenderal Salim Idris sebagai komandan Dewan tinggi militer pasukan pembebasan Suriah telah mengadakan pertemuan dengan senator John Mc Cain yang merupakan pejabat tertinggi AS pertama yang masuk ke wilayah konflik Suriah dan mengadakan dialog dengan kelompok pemberontak.
Padahal di satu sisi, ada upaya-upaya pihak dan Negara lain menginginkan konflik di Suriah berakhir. Mereka mengecam Negara-negara tertentu yang mempersenjatai pihak teroris, mereka mengkritik pihak-pihak yang memberi dukungan terhadap kelompok ekstrimis yang akan meningkatkan ketegangan dan konflik di Suriah. Langkah-langkah AS tersebut menuai kritikan dari pemerintah Rusia, diman Rusia mengkritik keputusan AS untuk mempersenjatai kelompok militant oposisi dengan menyatakan bahwa tindakan itu akan meningkatkan kekerasan di kawasan. Kritikan juga dilakukan oleh Sekjen PBB Ban Ki Moon yang menentang keputusan AS untuk mengirim senjata ke militan. Beliau menegaskan bahwa tidak ada solusi militer terhadap konflik Suriah. Peningkatan aliran senjata tidak akan membantu.
Langkah berikutnya adalah adanya sikap para ulama dunia yang bersama-sama menyerukan jihad di Suriah guna mendukung pasukan oposisi melawan tentara pendukung presiden Suriah Bashar Al-Assad, dan sekutunya Hizbullah dan Iran. Sebagimana yang dilaporkan dari sumber Hidayatullah.com yang mengutip al-Arabiyah/kamis,13 juni 2013). Para ulama dunia ini berkumpul di Kairo, Mesir untuk menyatakan sikap dan mengecam pemerintah Suriah. Salah satu statetmen mereka adalah, “Kita harus berkomitmen untuk melakukan jihad guna mendukung saudara-saudara kita di Suriah dengan mengirimkan mereka uang dan senjata, serta menyuplai mereka dengan segala bantuan dan menyelamatkan rakyat Suriah dari rezim sectarian”. kata para ulama dalam pernyataannya yang Menurut mereka, agresi terang-terangan yang dilancarkan rezim Iran dan Hizbullah dan sekutu sectarian mereka di Suriah merupakan pernyataan perang terhadap Islam dan muslim. Kecaman serupa juga dilontarkan oleh Syekh Yusuf al-Qardhawi yang sebelumnya telah mengeluarkan fatwa mengecam keras Hizbullah karena ikut ambil bagian dalam pembantaian umat Islam di Suriah, Qardhawi menyebut Hizbullah sebagap partai setan,
Akan tetapi, pernyataan anti-syiah, Hizbullah, dan Iran oleh mufti Qatar itu mengundang reaksi meluas di media massa dan jejaring social. Qardhawi yang menyeru setiap warga muslim yang mampu mengangkat senjata untuk pergi Suriah dan memerangi pemerintahan Suriah menuai berbagai reaksi negative.
Sehari setelah al-Qardhawi mengeluarkan fatwa jihad di Suriah, ahad 2 Juni Pusat Komando Front Rakyat untuk pembebasan Palestina (Popular Front for the liberation of Palestina. PFLP, mengutuk keras langkah syaikh al-Qardhawi tersebut yang memprovokasi musuh untuk melanjutkan perang di Suriah. PFLP menyebut Qardhawi syaikh NATO dan mufti fitnah yang berjalan di atas kepentingan rezim Zionis Israel karena telah menghalalkan darah muslimin di sebagian besar Negara Arab melalui fatwa-fatwanya, di antaranya adalah memprovokasi musih untuk berperang melawan Hizbullah, pemerintah Suriah dan rakyat Negara itu. Pejabat tinggi PFLP menyebut fatwa Qardhawi sebagai pelayanan yang diberikan untuk kepentingan Israel dan musuh Islam dan Qardhawi adalah orang yang bertanggung jawab atas tumpahnya darah sebagian besar warga Arab yang tak berdosa.
Bisa jadi akibat sikap para ulama Mesir tersebut memberi pengaruh kepada yang lain dalam mengambil sikap yang berseberangan dengan Suriah, seperti Mursi, presiden Mesir yang telah mengumumkan bahwa pemerintah Mesir memutus hubungannya dengan Suriah dan menutup kedutaan besar Suriah di Kairo. Mursi menjelaskan bahwa pemerintahan Mesir menarik semua pegawainya dari Damaskus. sebagaiman yang dilaporkan oleh Kantor Berita AFP yang dikutip irib.ir, Minggu 16 Juni lalu. Dan keputusan yang diambil presiden Mursi telah menuai kecaman dan kritikan dari Negara dan tokoh politik, dosen serta ulama, baik dari Mesir maupun dari luar Mesir.
Langkah yang ketiga adalah adanya upaya-upaya Barat terutama AS dan Israel dan sekutunya yang baru-baru ini mengklaim penggunaan senjata kimia oleh militer pemerintah Suriah terhadap kelompok oposisi. Klaim mereka itu yang yang menurut sebagian pengamat adalah langkah untuk menyerang Suriah sebagaimana yang terjadi di Iraq beberapa tahun lalu. Menteri luar negeri Rusia, Sergie Lavrov menyatakan bahwa klaim penggunaan senjata kimia oleh Dmaskus di Suriah adalah pengulangan scenario serangan ke Iraq, yang dikutip irib.ir sabtu 15 Juni 2013.
Sehingga hal itu, membuat AS dan sekutunya Inggris, Qatar, Kuwait, Uni Emirat Arab dan Turki serta dengan dukungan 37 negara pada jum’at 14 Juni yang lalu mensahkan sebuah resolusi mengenai Suriah yang disetujui oleh Dewan HAM-PBB.
Obama vs Putin |
Walaupun resolusi itu ditentang oleh Venezuela dan Rusia, karena mosi itu memiliki penekanan berlebihan pada gerakan gerilyawan Hizbullah yang berperang membantu presiden Bashar Assad, sementara nyaris tak member perhatian pada ribuan pelaku terror yang terlatih, bersenjata dan dibayar dengan baik yang disewa dari luar negeri. Rusia menilai resolusi tentang Suriah yang disetujui Dewan HAM-PBB bias dan kontra-produktif, bahkan menuduh resolusi itu adalah upaya untuk memberi keabsahan lebih besar bagi Dewan Nasional Suriah, kelompok utama oposisi yang menentang Bashar.
Itulah beberapa langkah yang tengah dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak senang dengan kemenangan pihak pemerintah Bashar Assad serta tidak menginginkan Suriah damai, terutama oleh pihak Barat yang dimainkan oleh AS dan Israel. Sekali lagi, bahwa konflik Suriah adalah scenario AS dan Zionis Israel, dan akankah berlanjut ?….
(Oleh Ir. Musahddaq)