Para aktivis NU dari berbagai institusi berkumpul dalam sebuah lokakarya yang digelar Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) di Aula P3M, Jalan Cililitan Kecil III No 12 Kramatjati, Jakarta, Jumat (21/3/2014).
Acara ini diselenggarakan sebagai media silaturahmi antarkomunitas kader muda NU yang merasa galau dengan perkembangan media sosial di dunia maya dewasa ini. Workshop bertema "Strategi Media dalam Penyelenggaraan Islam Damai dan Mengawal Pelayanan Publik yang Baik."
Menurut Ketua Panitia Tita Radhiatan, acara ini akan digelar hingga Sabtu (22/3/2014) sore. Hadir selaku narasumber sesi pertama, Syafi’ Alielha, pemimpin redaksi NU Online, mendampingi Direktur Eksekutif Matriks Indonesia Agus Sudibyo.
Dalam pengantar awalnya, Syafi’ mengurai sengkarut situs Islam yang menebar kebencian. "Setidaknya ada empat situs yang sangat tinggi great-nya di dunia maya: ar-rahmah.com, dakwatuna.com, voa.islam.com, hidayatullah.com," paparnya.
Selain itu, lanjut Syafi’, ada beberapa situs yang diberi label Islam, misalnya, detikislam.com, kompasislam.com, dan masih banyak yang lainnya. Jadi, katanya, ketika kita mencari di mesin pencarian Google dengan kata kunci "Islam" maka yang keluar adalah tulisan atau berita dari website-website tersebut.
"Hal inilah yang patut segera kita jawab. Masak warga NU yang katanya jutaan itu tak mampu bikin web seperti mereka. Kita memang telah punya NU Online, tapi belum cukup. Mereka kecil, tapi dikelola dengan baik. Itu bedanya," tegas Syafi’.
Sementara itu, Agus Sudibyo justru tidak terlalu merisaukan keberadaan situs garis keras tersebut. Pasalnya, dia berpendapat tidak semua yang berbasis internet adalah pers. "Penegasan ini diperlukan karena muncul salah paham bahwa media sosial merupakan bagian dari pers. Karena para aktivis media sosial menyebut dirinya sedang praktik jurnalisme warga," ujarnya.
Hingga berita ini ditulis, kedua puluh aktivis dari berbagai institusi berbasis warga NU itu masih menggodok formula dan strategi menghadapi kicauan media Islam garis keras. "Kita harus secepatnya merumuskan bagaimana langkah kita ke depan," kata Agus Muhammad, salah seorang utusan dari Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) pusat (sumber muslimedianews.com)
Saya punya usulan.. Alangkah baiknya kalau seluruh ponpes gabung membentuk Birokrasi independen dan bekerjasama dengan MUI tapi tidak menyerah urusan ini ke MUI karena MAU sendiri tidak bisa independen juga gak bisa di percaya.. Jadi intinya di sini MUI di jadikan tangan birokrasi ponpes untuk mencekal dan melarang penulis di laman laman Blog.. Maksudnya semua penulis Blog yang menulis tentang Islam harus terdaftar di MUI YANG BEKERJASAMA DENGAN BIROKRASI DAN PONPES DAN SI PENULIS BLOG HARUS MEMPUNYAI KREDIBILITAS ke ilmuanda agama yang jelas.. Dari ponpes mana atau dari sekolah universitas mana.. Jadi gak asal faham islam dari buku-buku dan majalah juga baca di internet lantas bikin Blog nulis yang berbau islam.. Inilah sumber kerancuan itu yg harus secepatnya di tindak lanjuti.. Dan kalau si penulis tetap ngotot maka sipenulis harus memperlihatkan atau mendaftarkan terlebih dahulu ke birokrasi ponpes untuk di koreksi kebenaran tulisannya sehingga mendapat legalitas dulu dari birokrasi ponpes.. Di luar itu semua penulis yang tidak mau menerima aturan dan papa terbukti tulisan menyesatkan maka penulis bisa di kenakan pasal menodai agama.
ReplyDelete