Social Icons

youtube youtubefacebookgoogle plusDensus 99rss feedemail

Saturday, March 21, 2015

Studi Terbentuknya ISIS dan Israel

Perubahan politik di Timur Tengah pasca Arab Spring mendorong Dinas intelijen Inggris, Amerika Serikat dan Israel (Mossad) untuk bekerja sama membentuk gerilyawan Negara Islam Irak dan Suriah atau Islamic State of Iraq and Syria-ISIS). 

Bagi AS dan sekutu Baratnya, Timur Tengah yang stabil dan damai adalah petaka terhadap industri militer AS/Barat yang haus pasar, baik itu pasar gelap (black market) maupun pasar terbuka. Kompleks industri militer AS/Barat selalu butuh pasar bernilai milyaran dollar AS untuk menggerakkan roda ekonomi mereka di tengah globalisme dunia. 

Mantan staf  US National Security Agency (NSA), Edward Snowden sudah menyingkapkan bahwa secara ekonomi, ISIS memiliki sumber daya ekonomi, karena menguasai sejumlah ladang minyak di wilayah bagian timur Suriah, yang dilaporkan menjual kembali pasokan minyak kepada pemerintah Suriah.
ISIS juga disebutkan menjual benda-benda antik dari situs bersejarah. 
Prof Neumann yakin sebelum menguasai Mosul pada Juni lalu, ISIS telah memiliki dana serta aset senilai US$900 juta dollar, yang kemudian meningkat menjadi US$2 milliar. Kelompok itu disebutkan mengambil ratusan juta dollar dari bank sentral Irak di Mosul. Dan keuangan mereka semakin besar jika dapat mengontrol ladang minyak di bagian utara Irak.
Secara politik, ISIS memiliki dukungan dari AS/Barat yang tak ingin Timur Tengah stabil dan damai. Snowden mengatakan badan intelijen tiga negara (Inggris, Amerika Serikat dan Israel)  menciptakan ISIS, suatu organisasi teroris terbesar selain Al-Qaeda, yang mampu menarik semua ekstrimis dunia untuk satu tempat.  Mereka menggunakan strategi yang disebut "sarang lebah". Dan implementasi strategi ‘’sarang lebah’’ ini dimaksudkan  untuk melindungi entitas Zionis Israel dengan menciptakan slogan-slogan agama dan Islam yang memicu perang antar-Arab di kawasan Irak-Suriah.

Prof Peter Neumann dari King's College London memperkirakan sekitar 80% pejuang Barat di Suriah telah bergabung dengan kelompok ini.

ISIS mengklaim memiliki pejuang dari Inggris, Prancis, Jerman, dan negara Eropa lain, seperti AS, dunia Arab dan negara Kaukakus. Dan bahwa pemimpin ISIS Abu Bakar Al Baghdadi mengambil pelatihan militer intensif selama satu tahun di tangan Mossad, selain program dalam teologi dan seni berbicara.

AS/Barat sangat khawatir bahwa Arab Spring (Musim Semi Demokrasi) di  Dunia Arab makin menyulitkan posisi AS dan Israel di kawasan itu, sehingga lahirnya ISIS mampu mengacau-balaukan situasi dan menyedot energi tersendiri bagi Dunia Arab, yang memungkinkan Israel menarik napas dan memperluas aneksasi atas wilayah Arab dan menyingkirkan Hamas maupun PLO dari percaturan politik di Palestina. Pada akhirnya, ekonomi-politik ISIS bakal mengharu-biru Timur Tengah dan memungkinkan AS/Barat cuci gudang senjatanya, dengan korban-korban berjatuhan di pihak Arab.



Lahirnya Israel tak lepas dari perdebatan di Kongres Zionis I tahun 1897 mengenai dimana negara tersebut akan didirikan, yang mana akhirnya gerakan Zionis memutuskan untuk membuat negara di tanah Palestina, yang merupakan bagian dari Kekaisaran Turki Utsmani. Tentu saja Sultan Utsmani, Sultan Abdulhamid II, tidak menerima usulan ini, walaupun pendiri gerakan Zionis, Theodor Herzl, menyodorkannya uang pembayaran sebanyak 150 juta poundsterling sebagai tebusannya.
Pembentukan ISIS memang tak sama dengan pembentukan Israel. Setelah Perang Dunia I, Inggris berhasil merebut Palestina dari kekuasaan Utsmani pada tahun 1917. Tidak beberapa lama menteri luar negeri Inggris, Arthur Balfour, mengeluarkan deklarasi (Deklarasi Balfour  2 November 1917) untuk gerakan dan Zionis menjanjikan dukungan Inggris dalam pembentukan negara Yahudi di Palestina.
Setelah perang, Palestina menjadi mandat Liga Bangsa-Bangsa di bawah kendali Inggris di tahun 1920. Karena di bawah kendali Inggris, gerakan Zionis sangat menganjurkan Yahudi Eropa bermigrasi ke Palestina. Hasilnya adalah kenaikan signifikan jumlah orang Yahudi yang tinggal di Palestina. Menurut data sensus Inggris, pada tahun 1922, ada 83.790 orang Yahudi di Palestina. Pada tahun 1931, ada 175.138. Dan tahun 1945, jumlah itu melonjak menjadi 553.600 orang. Sehingga dalam 25 tahun, prosentase orang-orang Yahudi melonjak menjadi 11% dari total populasi 31%. Salah satu dampak dari konflik ini adalah masalah pengungsi yang disebabkan terbentuknya negara Israel pada tahun 1948. Di tahun itu, lebih dari 700.000 warga Palestina menjadi pengungsi, karenanya peristiwa ini disebut dengan “Nakba”, yang dalam bahasa Arab berarti bencana.
Sungguh, dampak terbesar dari Perang 1948 adalah pengusiran sebagian besar penduduk Palestina. Sebelum perang, setidaknya ada sekitar 1.000.000 orang Arab Palestina di perbatasan Israel. Pada akhir perang tahun 1949, 700.000 sampai 750.000 dari mereka telah terusir, hanya 150.000 saja yang tetap tinggal di Israel.
Salah satu dampak dari konflik ini adalah masalah pengungsi yang disebabkan terbentuknya negara Israel pada tahun 1948. Di tahun itu, lebih dari 700.000 warga Palestina menjadi pengungsi, karenanya peristiwa ini disebut dengan “Nakba”, yang dalam bahasa Arab berarti bencana.
Oleh sebab itu, Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan Liga Arab harusnya cerdas, tanggap, waspada dan hati-hati dengan kehadiran ISIS awal abad 21 ini yang sesungguhnya diciptakan oleh AS/Barat tersebut, sebagaimana AS/Barat menciptakan Israel di jantung Timur Tengah dulu pada abad 20, tepatnya lahirnya Israel tahun  1948  sebagai impian kaum Zionis.
 Inilah kompleksitas masalah yang dihadapi Timur Tengah pasca Arab Spring, yang memakan banyak korban harta dan jiwa. Sungguh rumit dan mengerikan, bukan?
  (sumber: konfrontasi.com)


1 comment:

  1. salam saudarakau semua semoga selalu dilimpahkan kepadamu kesehatan Jangan
    Lupa Kunjungi Koleksi Batu Cincin
    dan salam dahsyat untuk pecinta batu di seluruh nusantara, Segera kunjungi juga Batu Black
    Opal

    ReplyDelete