Awalnya, Maret 2011, kelompok-kelompok “pro-demokrasi” yang maju,
menjalankan skenario seperti Tunisia dan Mesir. Mereka berdemo, menuntut
lengsernya Assad demi demokratisasi (karena Assad dan Partai Baath
terlalu lama berkuasa). Meskipun aksi demo tidak tereskalasi (bahkan
yang terjadi adalah demo tandingan dengan jumlah jauh lebih besar untuk
mendukung Assad), pada awal 2012, dilakukan perubahan UUD (antara lain,
masa jabatan presiden maksimal 2 periode dan presiden tidak harus dari
Partai Baath) dan dicabutnya UU Darurat yang dianggap anti HAM.
Para pemimpin oposisi berbasis di Turki, membentuk Syrian National
Council (SNC), lalu berubah jadi SNCORF, dengan didominasi kelompok
Ikhwanul Muslimin (dapat dukungan dana dari AS, Inggris, Perancis,
Qatar, Saudi, dll). Yang mereka inginkan tidak sebatas perubahan
undang-undang, melainkan tergulingnya Assad. Masuklah skenario kedua:
pemberontakan bersenjata. Beberapa tentara Suriah lari ke Turki, dan
mendirikan Free Syrian Army (FSA). SNC berperan mencarikan dukungan dana
untuk FSA. FSA sendiri terdiri dari banyak kelompok dan pasukan mereka
kebanyakan orang-orang asing (non- Suriah).
Di saat yang sama,
kelompok Hizbut Tahrir ambil kesempatan, mereka berafiliasi dengan
kelompok-kelompok jihad yang bertumbuhan bak jamur, dengan pasukan yang
berdatangan dari berbagai penjuru dunia. Salah satu kelompok jihad
terkuat bernama Jabhah Al Nusra. Al Nusra dkk pada November 2012
mendeklarasikan pembentukan “Khilafah” di Suriah.
[Keterlibatan
Ikhwanul Muslimin dan Hizbut-Tahrir dalam “jihad” Suriah baru terungkap
di media massa pertengahan 2012; dan saat itulah keheranan saya
terjawab, mengapa saya diintimidasi para ikhwan dan akhwat Indonesia
sejak menulis soal Suriah. IM dan HT adalah gerakan transnasional dan
punya cabang di Indonesia (PKS dan HTI). Merekalah yang gencar
menyebarkan isu di Indonesia bahwa perang Suriah adalah perang
Sunni-Syiah; dan di titik inilah Perang Suriah berpotensi diimpor ke
Indonesia; ini sudah saya tulis sejak 2012].
Di antara kedua kubu
ini (FSA dan Al Nusra dkk) kemudian saling berperang. Di dalam kubu Al
Nusra juga terjadi perpecahan. Sebagian masih setia pada Al Qaida
(organisasi induknya), sebagian membentuk ISIS (=Islamic State of Iraq
and Syria; artinya, bukan sekedar ngurusin Bashar Assad). Pasukan ISIS
juga berdatangan dari berbagai penjuru dunia.
ISIS dan Al Nusra
juga menyerbu kawasan-kawasan yang berpenduduk Kurdi, Yazidi, Kristen,
Druze. Orang Kurdi pun angkat senjata melawan ISIS dan Al Nusra. Kaum
Kristiani juga angkat senjata, antara lain membentuk Syriac Military
Council.
AS punya skenario sendiri soal Kurdi. AS pun mendukung
Kurdi melawan ISIS (memberi bantuan dana dan senjata). Turki marah pada
AS karena bagi Turki, Kurdi adalah musuh besar, tak boleh dibiarkan
punya kekuatan. Atas alasan itu pula, Turki menutup perbatasan secara
sepihak: pengungsi Kurdi yang melarikan diri dari kekejaman ISIS tidak
boleh masuk ke Turki, sebaliknya arus pasukan ISIS dari berbagai negara
dibiarkan masuk ke wilayah Suriah lewat Turki.
Turki dan AS
berseteru gara-gara Kurdi ini. Turki juga berseteru dengan Rusia yang
secara resmi diundang oleh pemerintah Suriah agar membantu mengusir para
jihadis. Turki bahkan nekad menembak pesawat Rusia, sehingga Rusia
membalas dengan mengembargo ekonomi Turki.
Karena Erdogan tidak
mau kompromi soal Kurdi, AS kemudian merencanakan kudeta pada Erdogan.
Intel Rusia mengetahui info ini dan membocorkan kepada Erdogan. Kudeta
Juli 2016 itu pun gagal. Erdogan meminta maaf kepada Putin atas kasus
penembakan pesawat, lalu berkunjung ke Rusia. Menlu Turki dan Iran juga
melakukan pembicaraan intensif. Antara lain, Turki berjanji menutup
perbatasannya agar jihadis tidak leluasa masuk ke Suriah. Turki dan Iran
mengizinkan pangkalan militernya dipakai Rusia untuk menyerbu para
jihadis/teroris. Para jihadis membalas: akhir-akhir ini terjadi bom-bom
bunuh diri di Turki.
AS mengintensifkan dukungannya kepada Kurdi.
Mereka mau menerima janji manis AS (“perangi tentara Suriah, nanti
kalian akan punya negara sendiri”). Kurdi Suriah pun berbalik melawan
tentara Suriah (SAA). Militer Turki masuk ke wilayah Suriah untuk
melumpuhkan Kurdi. Dalam perang ini, Turki dibantu oleh FSA (scroll lagi
ke atas: FSA adalah IM). Berita terbaru: Wapres AS mengancam akan
menghentikan bantuan kepada Kurdi jika mereka tidak mundur dari kawasan
tepi timur sungai Eufrate. (Kurdi yang berkhianat pada SAA, kini
dikhianati balik oleh AS.)
Entah bagaimana ujungnya kelak. Yang
jelas, kalau setelah baca peta ruwet yang sudah saya sederhanakan ini
kalian masih ngotot bilang ini perang Sunni-Syiah dan berupaya mengimpor
perang ke Indonesia, sebaiknya cuci kaki, gosok gigi, lalu bobok.
Geopolitik internasional memang rumit buat anak kecil.
(sumber: Dina Sulaeman)