Minta Klarifikasi Stiker Berbau Wahabi dan HTI.
Gerakan Pemuda (GP) Ansor Bojonegoro, selasa pagi (06/09/2016) mendatangi Kantor Kementrian Agama (Kemenag) RI di Bojonegoro, mereka bermaksud meminta agar pihak Kemenag menarik materi sosialisasi gerakan mengaji yang telah beredar di masyarakat.
Abdullah Faizin, Ketua GP Ansor Bojonegoro mengatakan bahwa GP Ansor yang mempunyai fungsi untuk menjaga NKRI dan meneruskan ajaran Ahlusunah Wal Jamaah (Aswaja) menilai stiker yang diterbitkan oleh Kemenag Bojonegoro mengandung kalimat yang sering kali digunakan oleh kaum wahabi salafi.
Menurutnya hal itu membuat masyarakat Nahdatul ulama (NU) di Bojonegoro menjadi geram dan tersinggung, terutama pada kalimat yang berbunyi hentikan bid’ah dan tegakan syariat islam.
“Ketika stiker terdapat kata hilangkan bid’ah, maka akan menimbulkan multi tafsir di masyarakat. Bisa diartikan beragam, yakni semua hal yang tidak dilakukan di zaman nabi Muhamad SAW ialah perbuatan bid’ah. Untuk itu kita orang NU di Bojonegoro meminta klarifikasi pada Kemenang,” kata Faizin.
Kemenag Bojonegoro Minta Maaf dan Penuhi Semua Tuntutan
Merasa tersinggung dengan materi sosialisasi yang dibuat oleh Kantor Kementrian Agama (Kemenag) RI di Bojonegoro, utamanya Pendidikan Agama Islam (PAIS), GP Ansor Bojonegoro mendatangi Kantor Kemenag RI Bojonegoro.
Mereka membawa tiga tuntutan terkait kalimat yang dianggap dapat menimbulkan salah tafsir. Yakni meminta PAIS Kemenang untuk menghentikan pencetakan stiker yang dimaksud tersebut, meminta Kemenag untuk menarik stiker dari peredaran dalam kurun waktu 3X 24 jam dan meminta Kemenang Bojonegoro untuk meminta maaf kepada masyarakat dihadapan media, agar masyarakat Bojonegoro tidak resah dengan salah penafsiran.
Menangapi hal tersebut, pihak Kemenag Bojonegoro menyatakan kesanggupannya untuk memenuhi semua tuntutan tersebut.
H Abdul Wahid yang mewakili Kantor Kemenag Kabupaten Bojonegoro dalam hal ini PAIS telah meminta maaf dihadapan awak media, ia mengatakan awal mulanya ini adalah gerakan ajakan mengaji seusai sholat magrib. “Namun terdapat hal-hal yang tak disengaja dan ternyata menimbulkan multi tafsir,” katanya.
Ia berjanji, siang ini juga akan menarik seluruh stiker yang telah didistribusikan di berbagai kecamatan yang akan didistibusikan ke sekolah setingkat SD dan MI. “Kita dari PAIS Kemenang Bojonegoro, yang merupakan keluarga besar Nahdatul ulama, meminta maaf atas ketidakkesengajaan dalam pencetakan stiker tersebut,” kata Wahid dihadapan media.
Ia mengaku, 10 ribu stiker tersebut akan segera ditarik dan diganti dengan stiker baru yang lebih menonjolkan gerakan mengaji sesudah sholat magrib, dengan memberi tambahan gambar dilarang monoton televisi dan bermain hanfphone sesudah adzan magrib.
“Soal kata-kata itu, awalnya masukan dari pak Yasin, salah satu staf di PAIS Kemenag,” tambahnya. Sementara itu Muhamad Yasin mengaku bahwa maksud dari kalimat matikan bid’ah tersebut ialah menghilangkan tradisi di kalangan santri berjabat tangan antar laki laki dan perempuan karena hal tersebut adalah haram.
Ia mengatakan, hal ini adalah unsur ketidak sengajaan dari dirinya dengan mengusulkan kata kata tersebut. “Saya mendapatkan kalimat tersebut dari bacaan dan dari searching di internet,” kata Yasin. Ia mengaku bahwa dirinya tidak mendapatkan paksaan dan masukan dari kelompok manapun saat mengusulkannya.
(sumber: infobojonegoro.com)